Gambar Sampul Agama Hindu · bab 4 PELAJARAN IV DARŚANA
Agama Hindu · bab 4 PELAJARAN IV DARŚANA
Ida bagus

22/08/2021 07:50:33

SMA 10 K-13 revisi 2017

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

89

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

Bab IV

Darśana

Renungan

Bacalah sloka Ṛgveda III. 62.10 di bawah ini dan renungkan!

‘Om bhūr bhuvah svaha;

tat savitur varenyam,

bhargo devasya dhīmahi,

dhiyo yo nah pracodayāt’

(Ṛgveda III. 62.10)

Terjemahan:

Ya Tuhan, hamba menyembah kecemerlanganmu dan

kemahamuliaan-Mu yang menguasai bumi, langit dan angkasa.

Semoga Engkau menganugerahkan kecerdasan

dan semangat pada pikiran kami

Kegiatan Siswa

1. Diskusikan bersama temanmu!

2. Tulis pada lembaran lain pemahaman kalian tentang filsafat dan sejauh mana

filsafat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan dan peradaban

dunia.

90

|

Kelas X SMA/SMK

A. Pengertian Darśana

Memahami Teks

Kata

Tattva

berasal dari bahasa Sansekerta “Tat” yang artinya itu,yang

maksudnya adalah hakekat atau kebenaran (

Thatnees

). Dalam sumber lainya

kata

Tattva

juga berarti falsafah (Filsafat agama). Maksudnya adalah ilmu yang

mempelajari kebenaran sedalam-dalamnya (sebenarnya) tentang sesuatu seperti

mencari kebenaran tentang Tuhan, tentang atma serta yang lainya. Sampai pada

proses kepada kebenaran tentang reinkarnasi dan karmapala. Dalam ajaran

Tattva

,

kebenaran yang dicari adalah hakekat Brahman (Tuhan) dan segala sesuatu yang

terkait dengan kemahakuasaan Tuhan, seperti yang disebutkan dalam buku

Theologi

Hindu, kata

Tattva

berarti hakekat tentang Tat atau Itu (yaitu Tuhan

dalam bentuk Nirguṇa Brahman

). Penggunaan kata Tat sebagai

kata yang artinya Tuhan, adalah

untuk menunjukan kepada Tuhan

yang jauh dengan manusia. Kata

“Itu“ dibedakan dengan kata “

Idam “ yang artinya menunjuk

pada kata benda yang dekat (pada

semua ciptaan Tuhan). Definisi di

atas berdasarkan pada pengertian

bahwa Tuhan atau Brahman

adalah asal segala yang ada,

Brahman merupakan primacosa

yang adanya bersifat mutlak.

Karena sumber atas semua yang

ada, tanpa ada Brahman maka

tidak mungkin semuanya ada.

Tattva

juga dapat diartikan kebenaran yang sejati dan hakiki. Penggunaan kata

Tattva

ini sebagai istilah filsafat didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai, oleh

filsafat itu yakni kebenaran yang tertinggi dan hakiki. Didalam

lontar-lontar di Bali

kata

Tattva

inilah yang lebih sering diguṇakan jika dibandingkan dengan ke tiga

istilah filsafat yang lainya, pendidikan, tempat suci, upacara yajňa, adat istiadat

dan lainya, semua itu merupaka konsep dasar atau inti sarinya adalah

Tattva

.

Dengan pengertian tersebut di atas maka dapat diartikan bahwa

Tattva

adalah

suatu istilah filsafat agama yang diartikan kebenaran yang sejati dan hakiki yang

didasari perenungan yang betul –betul memerlukan pemikiran yang cemerlang

agar sampai kepada hakekat dan sifat kodrati. Ajaran

Hindu kaya akan

Tattva

atau

dalam ilmu modern disebut filsafat, secara khusus filsafat disebut

Darśana.

Sumber: www.anneahira.com

Gambar 4.1 Patung manusia berfikir sebagai lambang

filsafat

91

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

Kata Darśana berasal dari urat kata dṛś yang artinya memandang menjadi

kata Darśana (kata benda) artinya pengelihatan atau pandangan. Kata

Darśana

dalam hubungan ini berarti pandangan tentang kebenaran (filsafat). Ilmu

Filsafat

adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana caranya mengungkapkan nilai-

nilai kebenaran hakiki yang dijadikan landasan untuk hidup yang dicita-citakan.

Demikian halnya ilmu filsafat yang ada di dalam ajaran

Hindu yang juga disebut

dengan

Darśana, semuanya berusaha untuk mengungkapkan tentang nilai-nilai

kebenaran dengan bersumber pada kitab suci

Veda. Dalam perkembangan

Agama

Hindu atau kebudayaan

Veda terdapat Sembilan cabang filsafat yang disebut

Nawa Darśana. Pada masa

Upaniṣad, akhirnya filsafat dalam kebudayaan

Veda

dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu astika (kelompok yang mengakui

Veda

sebagai ajaran tertinggi) dan nastika (kelompok yang tidak mengakui

Veda ajaran

tertinggi ). Terdapat enam cabang filsafat yang mengakui veda yang disebut Ṣaḍ

Darśana (Nyāyā,

Sāṁkya,

Yoga, Mīmāmsā,

Vaisiseka, dan

Vedānta) dan tiga

cabang filsafat yang menentang

Veda yaitu Jaina, Carvaka dan Buddha (Agama

Buddha).

Darśana merupakan bagian penulisan

Hindu yang memerlukan kecerdasan

yang tajam, penalaran serta perasaan, karena masalah pokok yang dibahasnya

merupakan inti sari pemahaman

Veda secara menyeluruh di bidang filsafat.

Filsafat merupakan aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian integral

dari agama. Nama atau istilah lain dari

Darśana tersebut adalah; Mananaśāstra

(pemikiran atau renungan filsafat), Vicaraśāstra (menyelidiki tentang kebenaran

filsafat), tarka (spekulasi),

Śraddhā (keyakinan atau keimanan).

Filsafat

Hindu bukan hanya merupakan spekulasi atau dugaan belaka, namun

ia memiliki nilai yang sangat luhur, mulia, khas, dan sistematis, yang didasarkan

atas pengalaman spiritual mistis yang dikenal sebagai Aparokṣa Anubhūti. Para

pengamat spiritual, para orang bijak, dan para Ṛṣi yang telah mengarahkan

persepsi intuitif dari kebenaran, adalah para pendiri dari berbagai sistem filsafat

yang berbeda-beda, yang secara langsung maupun tidak langsung mendasarkan

semuanya pada

Veda. Mereka yang telah mempelajari kitab-kitab Upaniṣhad

secara tekun dan hati-hati akan menemukan keselarasan antara

wahyu-wahyu Śruti

dengan kesimpulan filsafat. Ṣaḍ

Darśana yang merupakan enam sistem filsafat

Hindu, merupakan enam sarana pengajaran yang benar atau enam cara pembuktian

kebenaran. Masing-masing kelompok telah mengembangkan, mensistematisir,

serta menghubungkan berbagai bagian dari veda, dengan caranya masing-masing,

sehingga masing-masing kelompok aliran filsafat tersebut memiliki seorang atau

beberapa orang Sūtrakāra, yaitu penyusun doktrin-doktrin, dalam ungkapan-

ungkapan pendek (aphorisma) yang disebut

Sūtra.

92

|

Kelas X SMA/SMK

Kegiatan Siswa

Petunjuk :

Jelaskan pernyataan di bawah ini:

“Filsafat membuat kita mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain”

Apa pendapatmu mengenai kutipan kalimat ini?

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

B. Sistem Filsafat Hindu

Memahami Teks

Istilah Nawadarśana sebenarnya adalah penggabungan Ṣaḍ

Darśana dengan

filsafat Nāstika yaitu aliran filsafat yang tidak mengakui otoritas

Veda sehingga

disebut dengan Nāstika atau filsafat heterodox adalah sebagai berikut :

1) Aliran filsafat materialistis dari Cārvāka

Cārvāka tidak pernah percaya kepada Sorga dan

Neraka dan terhadap

Tuhan yang menciptakan alam semesta, karena itu aliran ini bersifat atheis.

Cārvāka menitik beratkan untuk mencari kesenangan duniawi saja. Ada dua

jenis pengikut Cārvāka, yaitu Dhūrta (licik dan tidak terpelajar) dan Suśikṣita

(terpelajar). Salah satu pengikut Suśikṣita yang terkenal adalah Vātsyāna yang

terkenal dengan bukunya Kāmasūtra.

2) Sistem filsafat Jaina

Aliran Jaina artinya memperoleh kemenangan dalam menghadapi

tantangan duniawi. Pendiri aliran ini adalah Mahāvīra yang nama aslinya

Vardhamāna. Aliran filsafat yang bersifat atheis ini percaya seseorang dapat

93

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

mencapai kebebasan rohani seperti Guru mereka. Ada dua golongan Jaina,

yaitu ; Digambara (golongan yang sangat fanatik dan bahkan tidak berpakaian)

dan Śvetāmbara (golongan yang lebih moderat, menggunakan pakaian serba

putih). Bisa dikatakan filsafat Jaina bersifat pragmatis realistist.

3) Aliran filsafat Buddha

Filsafat Buddha didirikan oleh pengikut Sang Buddha, Siddhārtha Gautama

dan dinasti Sakya. Ajaran filsafat Buddha meliputi Catur Ārya Satyani (empat

kebenaran mulia), Pratitya Samut Pada (dua belas hal yang menyebabkan

penderitaan) dan Aṣṭa Mārga (delapan jalan yang benar)

Enam filsafat

Hindu yang dikenal dengan Ṣaḍ

Darśana adalah enam sistem

filsafat orthodox yang merupakan enam cara mencari kebenaran, yaitu :

Nyāyā,

Sāṁkya,

Yoga, Vaisiseka,

Mīmāmsā, dan

Vedānta. Disamping enam

Darśana

pokok awal yang termasuk jaman

Sūtra-sūtra juga terdapat beberapa darśana

yang termasuk zaman scholastic, yaitu Dvaita, Viśiṣtādvaita dan Advaita.

Kesemua sistem filsafat tersebut mendasarkan ajarannya kepada

Veda baik

secara langsung maupun tidak langsung, sehingga disebut juga sebagai Astika.

Keenam aliran filsafat yang disebutkan di atas, secara langsung berasal

dari kitab-kitab

Veda sehingga merupakan enam buah jalan berbeda menuju

sebuah kota di mana untuk mencapai kota tersebut dapat ditempuh dengan

melewati salah satu jalan tersebut. Demikian pula dengan keenam aliran

pemikiran yang merupakan metoda atau cara pendekatan yang berbeda-beda

menuju Tuhan untuk menyesuaikan dengan temperamen, kemampuan dan

kualitas mental orang yang berbeda-beda pula, tetapi kesemuanya itu memiliki

satu tujuan, yaitu menghilangkan ketidak tahuan dan pengaruh-pengaruhnya

berupa penderitaan dan duka cita, serta pencapaian kebebasan, kesempurnaan,

kekekalan dan kebahagiaan abadi dengan penyatuan dari jiwa pribadi

(Jīvātman) dengan Jīvā Tertinggi (Paramātman).

FILSAFAT (

TATTVA

) HINDU

ASTIKA

NASTIKA

Langsung

Tidak Langsung

Sāṁkhya

Yoga

Nyāya

Vaiśeṣika

Mīmāmsā

Vedānta

Advaita

Vasitvadvaita

Dvaita

Jaina

Carvaka

Buddha

94

|

Kelas X SMA/SMK

Enam aliran filsafat tersebut di bagi lagi menjadi lima kelompok yang saling

berpasangan dan saling menunjang, yaitu : Nyāya dengan Vaiśeṣika, Sāṁkhya

dengan

Yoga, Mīmāmsā dengan

Vedānta.

1. Nyāya Darśana diajarkan oleh ṛṣi Gautaman.

2. Vaiśeṣika Darśana diajarkan oleh ṛṣi Kaṇāda.

3. Sāṁkhya Darśana diajarkan oleh Kapila muni.

4. Yoga Darśana diajarkan oleh mahārṣi

Patañjali berdasarkan ajaran dari guru

beliau yang bernama Gauḍāpa dan menyusun

Yoga Sūtra yang merupakan

acuan tentang Rāja-

Yoga.

5. Mīmāmsā

Darśana diajarkan oleh Jaimini yang merupakan murid dari

Vyāsa berdasarkan pada bagian ritual kitab

Veda.

6. Vedānta atau Brāhma-Sūtra diajarkan oleh

Mahārṣi Bādarāyana atau Vyāsa.

C. Şad

Darśana

Mengamati

Petunjuk :

Amatilah keindahan lingkungan sekitarmu, dan mulailah berfikir untuk apa Tuhan

menciptakan semuanya :

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Memahami Teks

Aliran atau sistem filsafat India dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu

āstika dan

nāstika. Kelompok pertama terdiri atas enam sistem filosofis utama yang

secara populer dikenal sebagai Ṣaḍ

Darśana yang dikenal dengan aliran orthodox,

nukan karena mereka mempercayai adanya Tuhan, tetapi karena mereka menerima

otoritas dari kitab-kitab

Veda. Sebagai catatan, dalam bahasa India modern, kata

āstika dan

nāstika umumnya berarti theis dan atheis, tetapi dalam kepustakaan

filosofis Sanskeṛta, kata

āstika berarti ‘orang yang mempercayai otoritas kitab-

95

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

kitab Veda, atau orang yang mempercayai kehidupan setelah kematian, sedangkan

kata nāstika berarti lawannya. Di sini, kata tersebut dipergunakan dalam pengertian

pertama karena dalam pengertian yang kedua, aliran filsafat Jaina dan Buddha pun

adalah

āstika, karena mereka percaya mempercayai kehidupan setelah kematian.

Dalam kedua pengertian di atas, ke enam aliran filsafat orthodox adalah

āstika

dan aliran filsafat Cārvāka sebagai

nāstika. Pada uraian berikut akan diuaraikan

tentang aliran filsafat orthodox (Ṣaḍ

Darśana).

1. Nyāya Darśana

a. Pendiri dan Sumber Ajaran

Pendiri ajaran ini adalah

ṛṣi Gautaman juga dikenal

dengan nama Akṣapāda dan

Dīrghatapas, yang menulis

Nyāyaśāstra atau Nyāya

Darśana yang secara umum juga

dikenal sebagai Tarka Vāda atau

diskusi dan perdebatan tentang

suatu Darśana atau pandangan

filsafat kurang lebih pada

abad ke-4 SM, karena Nyāya

mengandung Tarka Vāda (ilmu

perdebatan) dan Vāda-vidyā

(ilmu diskusi). Sistem filsafat

Nyāya membicarakan bagian

umum darśana (filsafat) dan

metoda (cara) untuk melakukan pengamatan yang kritis. Sistem ini timbul

karena adanya pembicaraan yang dilakukan oleh para ṛṣi atau pemikir,

dalam usaha mereka mencari arti yang benar dari ayat-ayat atau śloka-śloka

Veda Śruti, guṇa dipakai dalam penyelenggaraan upacara-upacara yadña.

Terdiri dari lima Adhyāya (bab) dan dibagi ke dalam lima bagian.

Obyek utmanya adalah untuk menetapkan dengan cara perdebatan,

bahwa Parameśvara merupakan pencipta dari alam semesta ini. Nyāya

menegakkan keberadaan Īśvara dengan cara penyimpulan, sehingga

dikatakan bahwa Nyāya

Darśana merupakan sebuah

śāstra atau ilmu

pengetahuan yang merupakan alat utama untuk meyakini suatu obyek

dengan penyimpulan yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini kita harus

mau menerima pembantahan macam apapun, tetapi asalkan berdasarkan

pada otoritas yang dapat diterima akal. Pembantahan demi untuk adu

argumentasi dan bukan bersifat lidah atau berdalih.

Sumber: www.maharishigautamparivaar.com

Gambar 4.2 Ŗşi Gautaman

96

|

Kelas X SMA/SMK

b. Sifat Ajaran

Pandangan filsafat Nyāya menyatakan bahwa dunia di luar manusia ini,

terlepas dari pikiran. Kita dapat memiliki

pengetahuan tentang dunia ini

dengan melalui pikiran yang dibantu oleh indra. Oleh karena itu sistem

filsafat Nyāya ini dapat disebut sebagai sistem yang realistis (nyata).

Pengetahuan ini dapat disebut benar atau salah, tergantung dari pada alat-

alat yang diperguṇa kan untuk mendapatkan

pengetahuan tersebut, dimana

secara sistematik semua

pengetahuan menyatakan empat keadaan, yaitu :

1) Subyek atau si pengamat (pramātā)

2) Obyek yang diamati (prameya)

3) Keadaan hasil dari pengamatan (pramīti)

4) Cara untuk mengamati atau pengamatan (pramāṇa)

Prameya atau obyek yang diamati, dengan nama

pengetahuan yang benar

dapat diperoleh, ada 12 banyaknya, yaitu : Roh (Ātman), Badan (śarīra),

Indriya, Obyek indriya (artha), kecerdasan (buddhi), Pikiran (manas),

Kegiatan (pravṛtti), Kesalahan (Doṣa), Perpindahan (Pretyabhāva), Buah

atau Hasil (phala), Penderitaan (duhkha), dan Pembebasan (apavar

ga).

Kita membuat perbedaan pada suatu benda karena adanya beberapa cirri-

ciri pada kedua benda tersebut, yang masing-masing memiliki beberapa

atribut yang tak didapati pada bagian lainnya. Karena kekhususan atribut

(Viśeṣa) merupakan dasar utama dari pengamatan, maka sistem lanjutan

dari filsafat ini disebut sebagai Vaiśeṣika.

Nyāya Darśana, yang utamanya bertindak pada garis ilmu

pengetahuan

atau ilmiah menghubungkan Vaiśeṣika pada tahapan, di mana materi-

materi adhyatmikā (spiritual) terkandung di dalamnya, yang keduanya

ini memperguṇakan Tarka (logika) dan

Tattva

(filsafat) di mana filsafat

dinyatakan melalui media logika.

c. Catur

Pramāṇa

Nyāya Darśana dalam memecahkan ilmu

pengetahuan memperguṇakan

empat metoda pemecahan (Catur

Pramāṇa) sebagai berikut :

1) Pratyakṣa

Pramāṇa atau pengamatan secara langsung memberikan

pengetahuan kepada kita tentang obyek-obyek menurut keadaanya

masing-masing yang disebabkan hubungan panca indra dengan obyek

yang di amati dimana hubungan itu sangat nyata.

2) Anumāna

Pramāṇa yaitu pengtahuan yang diperoleh dari suatu obyek

dengan menarik pengertian dari tanda-tanda yang diperoleh (linga) yang

merupakan suatu kesimpulan dari obyek yang ditetukan, disebut juga

Ṣaḍya, hubungan kedua hal tersebut di atas disebut dengan nama Wyapi.

Dalam menarik suatu kesimpulan.

97

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

3) Upamāṇa

Pramāṇa merupakan cara pengamatan dengan membandingkan

kesamaan-kesamaan yang mungkin terjadi atau terjadi di dalam obyek

yang di amati dengan obyek yang sudah ada atau pernah diketahui.

4) Śabda Pramāṇa yaitu

pengetahuan yang diperoleh dengan mendengarkan

melalui penjelasan dari sumber yang patut dipercaya.

d. Pokok-pokok ajaran Nyāya

Objek pengetahuan filsafat Nyāya adalah mengenai

1) Ātma

2) Tentang tubuh atau badan

3) Pañca indra dengan obyeknya

4) Buddhi (pengamatan)

5) Manas (pikiran)

6) Pravṛtti (aktivitas)

7) Doṣa (perbuatan yang tidak baik)

8) Pratyabhāva (tentang kelahiran kembali)

9) Phala (buah perbuatan)

10) Duḥka (penderitaan)

11) Apavarga (bebas dari penderitaan)

Di samping oleh ṛṣi Vāstsyāna yang mengomentari Nyāya

Sūtra dengan

karyanya yang berjudul Nyāya Bhāsya, Śrikaṇṭha menulis Nyāya-laṇkara,

Jayanta menulis Nyāya-mañjari, Govardhana menulis Nyāya-Bhodhini

dan Vācaspati Miśra menulis Nyāya-Varṭṭika-Tatparya-Tīkā. Selain itu

Udayana juga menulis sebuah buku yang disebut Nyāya-Kusumāñjali.

Seperti yang telah diketahui bahwa filsafat Nyāya merupakan dasar

dari semua pengantaran ajaran filsafat Sanskṛta. Nyāya juga merupakan

rangkaian pendahuluan bagi seorang pelajar filsafat, karena tanpa

pengetahuan tentang filsafat Nyāya, kita tidak akan dapat memahami

Brahma

Sūtra dari Śri VyāṢaḍeva, karena filsafat Nyāya membantu untuk

mengembangkan daya penalaran ataupun pembantahan, yang membuat

kecerdasan bertambah tajam dan lembut, guṇa pencarian filsafat Vedāntik.

98

|

Kelas X SMA/SMK

2. Vaiśeşika Darśana

a. Pendiri dan Sumber Ajarannya

Vaiśeṣika yang merupakan salah satu

aliran filsafat India yang tergolong ke dalam

Ṣaḍ Darśana agaknya lebih tua dibandingkan

dengan filsafat Nyāya. Vaiśeṣika dan Nyāya

Darśana bersesuaian dalam prinsip pokok

mereka, seperti sifat dan hakekat Sang Diri dan

teori atom alam semesta, dan dikatakan pula

Vaiśeṣika merupakan tambahan dari filsafat

Nyāya, yang memiliki analisa pengalaman

sebagai obyektif utamanya.

Sistem filsafat Vaiśeṣika mengambil

nama dari kata Viśesa yang artinya

kekhususan, yang merupakan ciri-ciri

pembeda dari benda-benda. Vaiśeṣika

muncul pada abad ke-4 SM, dengan tokohnya ialah ṛṣi Kaṇāda, yang juga

dikenal sebagai ṛṣi ūluka. Sehingga sistem ini juga dikenal sebagai Aūlukya

Darśana dan juga dengan nama Kaśyapa dan dianggap seorang Deva-ṛṣi.

Kata ūluka artinya burung hantu.

Sistem filsafat ini terutama dimaksudkan untuk menetapkan tentang

Padārtha, tetapi rsi Kanada membuka pokok permasalahan dengan sebuah

pengamatan tentang intisari dari

Dharma, yang merupakan sumber

dari pengetahuan inti dari

Padārtha.

Sūtra pertama berbunyi : ”Ytao

bhyudayanihsreyasa siddhiḥ sa dharmaḥ” artinya,

Dharma adalah yang

memuliakan dan memberikan kebaikan tertinggi atau Moksa (penghentian

dari penderitaan).

b. Pokok-Pokok Ajaran

Padārtha, secara harfiah artinya adalah : arti dari sebuah kata; tetapi

di sini

Padārtha adalah satu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah

Padārtha merupakan suatu objek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi

nama (Pada). Semua yang ada, yang dapat diamati dan dinamai, yaitu

semua objek pengalaman adalah

Padārtha. Benda-benda majemuk saling

bergantung dan sifatnya sementara, sedangkan benda-benda sederhana

sifatnya abadi dan bebas.

Padārtha dan Vaiśeṣika

Darśana, seperti yang disebutkan oleh rsi Kanada

sebenarnya hanya enam buah kategori, namun satu katagori ditambahkan

oleh penulis-penulis berikutnya, sehingga akhirnya berjumlah tujuh

kategori (

Padārtha) sebagai berikut.

Sumber: www.kamat.com

Gambar 4.3 Ŗşi Kanāda

99

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

1) Substansi (dravya).

Substansi adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas dari

pengaruh unsur-unsur lain. Namun unsur lain tidak dapat ada tanpa

substansi. Ada sembilan substansi yang dinyatakan oleh Vaiśeṣika yaitu

: (1) Tanah (pṛthivī); (2) Air (āpah, jala); (3) Api (tejah); (4) Udara

(vāyu); (5) Ether (ākāśa); (6) Waktu (kāla); (7) ruang (dis); (8) diri/roh

(Jīva); dan (9) pikiran (manas). Semua substansi tersebut di atas riel,

tetap dan kekal. Namun hanya udara, waktu, akasa bersifat tak terbatas.

Kombinasi dari sembilan itulah membentuk alam semesta beserta isinya

menjadikan hukum-hukumnya yang berlaku terhadap semua yang ada

di alam ini baik bersifat physik maupun yang bersifat rohaniah.

2) Kualitas (guṇa ).

Guṇa ialah keadaan atau sifat dari suatu substansi.

Guṇa

sesungguhnya nyata dan terpisah dari benda (substansi) namun tidak

dapat dipisahkan secara mutlak dari substansi yang diberi sifat.

3) Aktifitas (karma).

Karma mewakili berbagai jenis gerak (movement) yang berhubungan

dengan unsur dan kualitas, namun juga memiliki realitas mandiri. Tidak

semua substansi (zat) dapat bergerak. Hanya substansi yang bersifat

terbatas saja dapat bergerak atau mengubah tempatnya.

4) Universalia (sāmānya).

Samanya, bersifat umum yang menyangkut 2 permasalahan, yaitu:

sifat umum yang lebih tinggi dan lebih rendah, dan jenis kelamin dan

spesies. Dalam epistemologi, hal ini mirip dengan konsep universal dan

agak mirip dengan idenya Plato.

5) Individualitas (viśeṣa).

Kategori ini menunjukkan ciri atau sifat yang membedakan sebuah

objek dari objek lainnya. Sistem Vaiśeṣika diturunkan dari kata viśeṣa,

dan merupakan aspek objek yang mendapat penekanan khusus dari para

filsuf Vaiśeṣika.

6) Hubungan Niscaya (samavāya).

Dimensi objek ini menunjukkan hakikat hubungan yang mungkin

antara kualitas-kualitasnya yang inheren. Hubungan ini dapat dilihat

bersifat sementara (saṁyoga) atau permanen (samavāya). Saṁyoga

adalah hubungan sementara seperti antara sebuah buku dan tangan yang

memegangnya. Hubungan selesai ketika buku dilepaskan dari tangan.

Di sisi lain, samavāya adalah sebuah hubungan yang tetap dan hanya

berakhir ketika salah satu di antara keduanya dihancurkan.

100

|

Kelas X SMA/SMK

7) Penyangkalan, Negasi, Non-Eksistensi (abhāva).

Kategori ini menunjukkan sebuah objek yang telah terurai atau

larut ke dalam partikel subatomis terpisah melalui pelarutan universal

(mahapralaya) dan ke dalam ketiadaan (

nothingness

).

Ṛṣi Kaṇāda di dalam

Sūtra-nya tidak secara terbuka menunjukkan

tentang Tuhan dan keyakinannya adalah bahwa formasi atau susunan

alam dunia ini merupakan hasil dari Adṛṣṭa yaitu kekuatan yang tak

terlihat dari karma atau kegiatan. Beliau menelusuri aktivitas atom dan

roh mula-mula melalui prinsip Adṛṣṭa ini. Para pengikut ṛṣi Kaṇāda

kemudian memperkenalkan Tuhan sebagai penyebab efisien dari alam

semesta, sedangkan atom-atom adalah materialnya. Atom-atom yang tak

terpikirkan itu tidak memiliki daya dan kecerdasan untuk menjalankan

alam semesta ini secara teratur. Yang pasti, aktivitas atom-atom itu

diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Kesimpulan dari

otoritas kitab suci mengharuskan kita untuk mengakui adanya Tuhan.

Kecerdasan yang membuat Adṛṣṭa dapat bekerja adalah kecerdasan

Tuhan, sedangkan lima unsur (pañca mahābhūta) hanya merupakan

akibat. Semua ini harusnya didahului oleh “keberadaan” yang memiliki

pengetahuan tentang itu adalah Tuhan. Roh-roh dalam keadaan

penghancuran, kurang memiliki kecerdasan, sehingga mereka tidak

dapat mengendalikan aktivitas atom-atom dan dalam atom-atom itu

sendiri tidak ada sumber gerakan.

Pada sistem Vaiśeṣika, seperti halnya sistem Nyāya, susunan alam

semesta ini diduga dipengaruhi oleh pengumpulan atom-atom, yang tak

terhitung jumlahnya dan kekal. Kosmologi Vaiśeṣika dalam batasan

mengenai keberadaan atom abadi bersifat dualistic dan secara positif

memisahkan hubungan yang pasti antara roh dan materi. Terjadinya

alam semesta menurut sistem filsafat Vaiśeṣika memiliki kesamaan

dengan ajaran Nyāya yaitu dari gabungan atom-atom catur bhuta (tanah,

air, cahaya dan udara) ditambah dengan lima substansi yang bersifat

universal seperti akāsa, waktu, ruang, jiwa dan manas.

Lima substansi universal tersebut tidak memiliki atom-atom, maka

itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di dunia ini. Cara penggabungan

atom-atom itu dimulai dari dua atom (dvyānuka), tiga atom (Triyānuka),

dan tiga atom ini saling menggabungkan diri dengan cara yang

bermacam-macam, maka terwujudlah alam semesta beserta isinya.

Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini terlepas satu dengan

lainnya maka lenyaplah alam beserta isinya. Gabungan dan terpisahnya

gerakan atom-atom itu tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya,

mereka digerakkan oleh suatu kekuatan yang memiliki kesaḍaran dan

kemahakuasaan. Sesuatu yang memiliki kesadaran dan kekuatan yang

maha dahsyat itu menurut Vaiśeṣika adalah Tuhan Yang Maha Esa.

101

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

Vaiśeṣika dalam etikanya menganjurkan semua orang untuk

kelepasan.

Kelepasan akan dapat dicapai melalui Tatwa Jnaña, Sravāna, manāna,

dan Meditasi.

3. Sāṁkhya Darśana

a.

Pendiri dan Pokok Ajarannya

Sāṁkhya berasal dari kata Sanskṛta

‘Sāṁkhya’ (pencacahan, perhitungan).

Dalam

Filsafat, pencacahan akurat dari

kebenaran telah ditentukan. Akibatnya,

Filsafat ini bernama ‘Sāṁkhya’.

Mungkin ada alasan lain adalah bahwa

salah satu arti dari ‘Sāṁkhya’ adalah

musyawarah atau refleksi atas hal-

hal yang berkaitan dengan kebenaran.

Filsafat ini mengandung musyawarah

tersebut dan kontemplasi atas

kebenaran. Dalam Persepsi

Filsafat,

Pratyaksha (persepsi langsung melalui

Rasa-Organ), Anumāna (Inferensi

atau kognisi mengikuti beberapa

Pengetahuan lainnya), dan Śhabda

(Kesaksian Verbal) adalah tiga pramānā yang diterima (sumber

pengetahuan

yang sah atau metode mengetahui benar). Misalnya, Nyāyikās (Pengikut

Filsafat Nyāya) telah menerima empat Pramānā, para Mimāsakās (Pengikut

Filsafats Mimāsa) telah menerima enam pramānā.

Demikian pula, difilsafat Sāṁkhya, tiga Pramānā telah diterimanya.

Pendiri dari sistem filsafat ini adalah Śrī Kapila Muni, yang dikatakan

sebagai putra Brahma dan Avatāra dari Viṣṇu. Pada sistem Sāṁkhya tak

ada penyelidikan secara analitik ke dalam alam semesta, seperti keberadaan

yang sesungguhnya yang merupakan susunan menurut topik-topik dan

kategori-kategori, namun terdapat suatu sistem tiruan yang diawali dari

satu Tattva atau prinsip mula-mula atau

Prakṛti, yang berkembang atau

yang menghasilkan (Prakaroti) sesuatu yang lain.

Didirikan oleh Mahaṛṣi Kapila Muni, ini adalah

Filsafat yang paling

kuno. Filsafat ini di bangun oleh ṛṣi Kapila. Sebuah teks yang ditulis oleh

Ishwar Krishna disebut ‘Sānkhyakārika’ adalah sumber terpercaya prinsip

pengetahuan dalam

Filsafat ini. Hal ini ditulis dalam Aryan Chand (sejenis

puisi Sanskṛta kuno) dan berisi 72 Karikas (koleksi memorial ayat tentang

topik filosofis) yang menerjemahkan Sāṁkhya Siddhant (Doktrin Sāṁkhya)

yang jelas dan eksplisit.

Sumber: www.aryabhatt.com

Gambar 4.4 Śrī Kapila Muni

102

|

Kelas X SMA/SMK

Para ahli merasa bahwa beberapa orang mungkin telah belajar menulis

Sāṁkhya

Sūtra dan

Sūtra Sānkhyasamās dalam nama ṛṣi Kapila. Hal ini

karena tidak ada menyebutkan bahwa dua teks tersebut ditulis 1500 SM.

Oleh karena itu, apa pun

pengetahuan yang kita dapat dari Ajaran Sāṁkhya

sekarang didasarkan pada Sāṁkhya Karikas. Ajaran Sāṁkhya merupakan

filsafat yang menerima 24 Kebenaran dari

Prakṛti (Alam benda) dan 25

kebenaran

Puruṣa (Jiwa).

b. Konsep

Puruṣa dan Prakṛti

Seperti yang telah disinggung di atas, Sāṁkhya mempergunakan 3

sistem atau cara mencari

pengetahuan dan kebenaran, yaitu: Pratyakṣa

(pengamatan langsung), Anumāṇa (penyimpulan), dan Apta Vākya

(penegasan yang benar). Kata Apta artinya ‘pantas’ atau ‘benar’ yang

ditunjukkan kepada

wahyu-wahyu

Veda atau guru-guru yang mendapatkan

wahyu. Sistem Sāṁkhya umumnya dipelajari setelah sistem Nyāya, karena

ia merupakan sistem filsafat yang hebat, di mana para filsuf barat juga

sangat mengaguminya, karena secara pasti ia menekankan pluralitas dan

dualitas, karena mengajarkan bahwa ada

Puruṣa atau roh yang banyak

sekali. Sāṁkhya menyangkal bahwa suatu benda dapat dihasilkan melalui

ketiadaan.

Prakṛti dan

Puruṣa adalah Anādi (tanpa awal) dan Ananta (tanpa akhir;

tak terbatas). Ketidak berbedaan (Aviveka) antara keduanya merupakan

penyebab adanya kelahiran dan kematian. Perbedaan antara

Prakṛti dan

Puruṣa memberikan Mukti (pembebasan). Baik

Prakṛti maupun

Puruṣa

adalah Sat (nyata).

Puruṣa bersifat Asaṅga (tak terikat) dan merupakan

kesaḍaran yang meresapi segalanya dan abadi.

Prakṛti merupakan si pelaku

dan si penikmat, yang tersusun dari asas materi dan rohani yang memiliki

atau terpengaruh oleh 3

Guṇa atau sifat, yaitu

Sattvam,

Rājas dan

Tamas.

Prakṛti artinya ‘yang mula-mula’, yang mendahului dari apa yang dibuat dan

berasal dari kata”Pra”(sebelum), dan “Kri” (membuat yang mirip dengan

Māyā dan

Vedānta.

Prakṛti merupakan sumber dari alam semesta dan ia

juga disebut

Pradhāna (pokok), karena semua akibat ditemukan padanya

dan juga merupakan sumber dari segala benda.

Pradhāna dan

Prakṛti adalah kekal, meresapi segalanya, tak dapat

digerakkan dan cuma satu adanya. Ia tak memiliki sebab tapi merupakan

sebab dari suatu akibat.

Prakṛti hanya bergantung dari pada aktivitas

dari unsure pokok guṇa-nya sendiri. Ketiga guṇa tersebut tak pernah

dan saling menunjang satu sama lainnya, serta saling bercampur. Ia

membentuk substansi

Prakṛti. Akibat dari pertemuan antara

Puruṣa dan

Prakṛti timbullah ketidak seimbangan tri guṇa tersebut yang menimbulkan

evolusi atau perwujudan.

Prakṛti berkembang dibawah pengaruh

Puruṣa.

produk awal dari evolusi

Prakṛti adalah

Mahat atau Kecerdasan Utama,

103

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

yang merupakan penyebab alam semesta dan selanjutnya muncul

Buddhi

dan . Dari Ahaṁkāra muncul Manas atau pikiran, yang membawa perintah-

perintah dari kehendak melalui organ-organ kegiatan (

Karma Indriya).

Sattvam merupakan keseimbangan, sehingga apabila

Sattvam lebih

berpengaruh, terjadilah kedamaian atau ketenangan.

Rājas merupakan

aktifitas, yang dinyatakan sebagai Rāga-Dveṣa, yaitu suka atau tidak suka,

cinta atau benci, menarik atau memuakkan.

Tamas merupakan belenggu

dengan kecenderungan dengan kelesuan, kemalasan, dan kegiatan yang

dungu atau bodoh, yang menyebabkan khayalan atau Aviveka (tanpa

perbedaan). Sāṁkhya menerima teori pengembangan dan penyusutan, di

mana sebab dan akibat merupakan keadaan yang belum berkembang dan

pengembangan dari suatu substansi yang sama.

Gambaran sentral dari filsafat Sāṁkhya adalah bahwa akibat benar-benar

ada sebelumnya di dalam penyebab, seperti seluruh keberadaan pepohonan

yang dalam keadaan terpendam atau tertidur dalam benih (biji), demikian

pula seluruh alam raya ini ada dalam keadaan tertidur dalam

Prakṛti, yaitu

Avyakṛta (tak terbedakan). Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas

tentang proses pengembangan dan penyusutan, Sāṁkhya menguraikannya

sebagai berikut: dari pertemuan antara

Puruṣa dan

Prakṛti, timbullah

Mahat (yang agung), yang merupakan benih alam semesta, di mana segi

psikologinya disebut sebagai

Buddhi, yang memiliki sifat-sifat kebajikan,

pengetahuan, tidak bernafsu. Perbedaan antara

Mahat dan

Buddhi adalah,

Mahat merupakan asas kosmis sedangkan

Buddhi merupakan asas kejiwaan

(merupakan unsur kejiwaan tertinggi). Dari

Buddhi timbullah

Ahaṁkāra

yang merupakan asas individuasi atau asas keakuan, yang menyebabkan

segala sesuatu memiliki latar belakang sendiri-sendiri.

Perkembangan kejiwaan yang pertama adalah

Ahaṁkāra adalah Manas

yang merupakan pusat indra yang bekerja sama dengan indra-indra yang

lain mengamati kenyataan di luar badan manusia. Tugas Manas adalah untuk

menkoordinir rangsangan-rangsangan indra, dan mengaturnya sehingga

menjadi petunjuk dan meneruskannya kepada

Ahaṁkāra dan

Buddhi.

Sebaliknya Manas juga bertugas meneruskan putusan kehendak

Buddhi

kepada peralatan indra yang lebih rendah.

Buddhi,

Ahaṁkāra dan Manas

secara bersama-sama disebut sebagai peralatan bhatin atau Antaḥkaraṇa.

Perkembangan kejiwaan yang kedua adalah

Pañca Indra persepsi

(Buddhendriya atau Jñānendriya), yaitu :

1) Pengelihatan

2) Pendengaran

3) Penciuman

4) Perabaan, dan

5) Perasa

104

|

Kelas X SMA/SMK

Perkembangan kejiwaan yang ketiga disebut sebagai Karmendriya atau

organ penggerak, yaitu :

1) Daya untuk berbicara

2) Daya untuk memegang

3) Daya untuk berjalan

4) Daya untuk membuang kotoran, dan

5) Daya untuk mengeluarkan benih

Perkembangan fisik menghasilkan asas dunia luar, yang disebut lima

unsur dan perkembangan melalui dua tahapan, yaitu :

1) Pada tahap pertama, berbentuk unsur halus (Pañca Tanmātra) yaitu: sari

suara, sari raba, sari warna, sari rasa dan sari bau.

2) Pada tahapan kedua terjadi kombinasi dari unsur-unsur halus yang

menimbulkan unsur-unsur kasar yang disebut pañca mahābhūta, yaitu :

a) Ākāśa (ether, ruang)

b) Vāyu (udara)

c) Agni atau Tejah (api/panas)

d) Āpah (air), dan

e) Pṛthivī (tanah).

c.

Evolusi alam semesta

Prakṛti akan mengembang menjadi alam ini bila berhubungan dengan

Puruṣa. Melalui perhubungan ini

Prakṛti dipengaruhi oleh

Puruṣa seperti

halnya anggota badan kita dapat bergerak karena hadirnya pikiran. Evolusi

alam semesta tidak mungkin terjadi hanya karena

Puruṣa, karena ia bersifat

pasif. Tidak juga hal itu dapat terjadi karena ia tanpa kesaḍaran. Hanya

karena perhubungan

Puruṣa dan

Prakṛti ini adalah seperti kerja sama orang

lumpuh dengan orang buta untuk dapat keluar hutan. Mereka bekarja sama

untuk mencapai tujuannya.

Hubungan antara

Puruṣa dan

Prakṛti menyebabkan terganggunya

keseimbangan dalam

Tri Guṇa. Yang mula-mula tergantung ialah

Rājas

yang menyebabkan

Guṇa yang lain ikut terguncang pula. Masing-masing

Guṇa itu berusaha mengatasi kekuatan

Guṇa lainnya. Maka terjadilah

pemisah dan penyatuan

Tri Guṇa itu yang menyebabkan munculnya obyek

yang kedua ini. Yang pertama terjadi dari

Prakṛti ialah

Mahat dan

Buddhi.

Mahat adalah benih besar alam semesta ini sedangkan

Buddhi adalah unsur

intelek.

Fungsi buddhi ialah untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan

segala apa yang datang dari alat-alat yang lebih rendah dari padanya. Dalam

keadaannya yang murni ia bersifat dharma, jñana, vāiragya dan aiṣarya

105

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

yaitu kebijakan,

pengetahuan, tidak bernafsu dan ketuhanan. Ia berada

amat dekat dengan roh.

Ahaṁkāra atau rasa aku adalah hasil

Prakṛti yang

kedua. Ia langsung timbul dari mahat dan merupakan manifestasi pertama

dari mahat. Fungsi

Ahaṁkāra ialah merasakan rasa aku. Dengan

Ahaṁkāra

sang diri merasa dirinya yang bertindak, yang ingin, yang bermilik.

Ada tiga macam

Ahaṁkāra sesuai dengan

Guṇa mana yang lebih unggul

dalam keinginan itu.

Ahaṁkāra itu disebut

sattvika bila unsur

Sattvam yang

unggul, Rājasa bila

Rājas yang unggul dan Tamasa bila

Tamas yang unggul.

Dari Sattvika timbullah pañca jñanendriya, pañca karmendriya dan manas.

Dari Tamasa lahirlah pañca tanmātra sedangkan Rājasa memberikan

tenaga baik pada Sattvika maupun Tamasa untuk merubah mana berfungsi

menuntun alat-alat tubuh untuk mengetahui dan bertindak.

Pañca tanmātra adalah sari-sari benih suara, sentuhan, warna, rasa dan

bau. Semuanya ini hanya diketahui orang akibat yang ditimbulkannya,

sedangkan ia sendiri tidak dapat dikenal karena amat halusnya. Dari semua

anasir kasar itu berkembanglah alam semesta ini dengan segala isinya,

namun perkembangan ini tidak menimbulkan azas-azas baru lagi seperti

perkembangan

Mahat. Alam semesta ini dengan segala isinya, namun

perkembangan

Mahat. Alam semesta adalah benda-benda yang dijadikan

bukan benda-benda yang menjadikan.

Suatu azaz lagi setelah terbentuknya alam semesta ini, belumlah

sempurna sampai di situ, sebab ia memerlukan adanya dunia roh yang

menjadi saksi dan yang menikmati isi alam ini. Bila roh nyata ada, maka

perlulah adanya penyesuaian moral, kenikmatan dan kesusahan hidup

ini. Evolusi

Prakṛti menjadi dunia obyek memungkinkan roh nikmat atau

menderita sesuai dengan baik buruk perbuatanya. Namun tujuan akhir

evolusi Prakṛti ialah

kelepasan.

d.

Ajaran tentang Kelepasan.

Hidup di dunia ini adalah campuran antara senang dan susah. Banyak

kesenangan dapat dinikmati, banyak pula kesusahan dan sakit yang diderita

orang. Bila orang dapat menghindari diri dari kesusahan dan sakit, maka

ia tak dapat menghindari diri dari ketuaan dan kematian. Ada tiga macam

sakit dalam hidup ini yaitu Adhyātmika, Adhibāutika, dan Adhidāivika.

1) Adhyātmika adalah sakit karena sebab-sebab dari dalam badan sendiri

seperti kerja alat-alat tubuh yang tidak normal dan gangguan perasaan.

2) Adhibāutika adalah sakit yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, seperti

terpukul, kena gigitan nyamuk dan sebagainya, dan

3) Adhidāivika adalah sakit karena tenaga gaib seperti setan, hantu dan

lain-lainnya.

106

|

Kelas X SMA/SMK

Tidak ada seorangpun yang ingin menderita sakit, semuanya ingin hidup

bahagia lepas dari susah dan sakit. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian.

Selama orang masih berbadan lemah, selama itu suka dan duka, sakit dan

sehat selalu berdampingan. Dengan demikian kita perlu bercita-cita hidup

bersenang-senang selalu, cukup hidup biasa-biasa saja dengan berusaha

melepaskan penderitaan atas dasar pikiran sehat.

Dalam ajaran Sāṁkhya

kelepasan itu adalah penghentian yang sempurna

dari semua penderitaan. Inilah tujuan terakhir dari hidup kita. Kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi memperingan hidup kita, namun tidak

dapat melepaskan kita dari penderitaan sepenuhnya. Sāṁkhya mengajarkan

bahwa cara mencapai

kelepasan itu ialah melalui

pengetahuan yang benar

atas kenyataan dunia ini. Tiadanya

pengetahuan itulah yang menyebabkan

orang menderita.

4. Yoga Darśana

a.

Pendiri dan Sumber Ajarannya

Kata Yoga berasal dari akar kata

yuj yang artinya menghubungkan.

Yoga merupakan pengendalian

aktivitas pikiran dan merupakan

penyatuan roh pribadi dengan roh

tertinggi. Hiraṇyagarbha adalah

pendiri dari sistem

Yoga. Yoga

yang didirikan oleh Mahāṛṣi

Patañjali, merupakan cabang

atau tambahan dari filsafat

Sāṁkhya. Ia memiliki daya tarik

tersendiri bagi para murid yang

memiliki temperamen mistis

dan perenungan. Ia menyatakan

bersifat lebih orthodox dari pada

filsafat Sāṁkhya, yang secara

langsung mengakui keberadaan

dari Makhluk Tertinggi (Ìśvara).

Tuhan menurut

Patañjali merupakan Purūṣa istimewa atau roh khusus

yang tak terpengaruh oleh kemalangan kerja, hasil yang diperoleh dan

cara perolehannya. Pada-Nya merupakan batas tertinggi dari benih

kemahatahuan, yang tanpa terkondisikan oleh waktu, merupakan guru bagi

para bijak zaman dahulu. Dia bebas selamanya.

Suku kata suci OM merupakan simbol Tuhan. Pengulangan suku

kata OM dan bermeditasi pada OM, haruslah dilaksanakan, yang akan

melepaskan segala halangan dan akan membawa kepencapaian perwujudan

Sumber: www.iloveindia

.com

Gambar 4.5 Mahāŗşi Patañjali

107

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

Tuhan.

Patañjali mendirikan sistem filsafat ini dengan latar belakang

metafisika Sāṁkhya dan menerima 25 prinsip atau

Tattva dari Sāṁkhya,

tetapi menekankan pada sisi praktisnya guna realisasi dari penyatuan

mutlak

Puruṣa atau sang Diri.

Roh pribadi dalam system

Yoga memiliki kemerdekaan yang lebih besar

dan dapat mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan. System

Yoga

menganggap bahwa konsentrasi, meditasi dan Samādhi akan membawa

kepada Kaivalya atau kemerdekaan. Menurut

Patañjali, Tuhan adalah

Purūṣa Istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan,

karma, hasil yang diperoleh dan cara memperolehnya, pada-Nya merupakan

batas tertinggi dari Kemahatahuan, yang tak terkondisikan oleh waktu, yang

selamanya bebas dan merupakan Guru bagi para bijak jaman dahulu.

“Yoga

Sūtra” dari

Patañjali muncul sebagai buku acuan yang tertua dari

aliran filsafat

Yoga, yang memiliki empat Bab, yaitu :

1) Bab yang pertama yaitu Samādhi Pāda, memuat penjelasan tentang sifat

dan tujuan Samādhi.

2) Bab kedua yaitu Sādhanā Pāda, menjelaskan tentang cara pencapaian

tujuan ini.

3) Bab ketiga, yaitu Wibhùti Pāda, memberikan uraian tentang daya-daya

supra alami atau Siddhi yang dapat dicapai melalui pelaksanaan

Yoga.

4) Bab keempat yaitu Kaivalya Pāda, menggambarkan sifat dari pembebasan

tersebut.

b. Pokok-Pokok Ajarannya

Yoga-nya Mahāṛṣi

Patañjali merupakan Aṣṭāṅga-Yoga atau

Yoga

dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga

fisik. Haṭha

Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan

dan mengatur pernafasan yang memuncak dari Rāja

Yoga. Sādhanā yang

progresif dalam Haṭha

Yoga membawa pada keterampilan Haṭha

Yoga.

Haṭha Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan puncak dari

Rāja Yoga. Bila gerakan pernafasan dihentikan dengan cara Kumbhaka,

pikiran menjadi tak tertopang.

Pemurnian badan dan pengendalian pernafasan merupakan tujuan

langsung dari Haṭha

Yoga. Śaṭ

Karma atau enam kegiatan pemurnian badan

antara lain Dhautī (pembersihan perut), Bastī (bentuk alami pembersihan

usus), Netī (pembersihan lubang hidung), Trāṭaka (penatapan tanpa berkedip

terhadap sesuatu obyek), Naulī (pengadukan isi perut), dan Kapālabhātì

(pelepasan lendir melalui semacam

Prāṇāyāma tertentu). Badan diberikan

kesehatan, kemudaan, kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan

Āsana, bandha dan mudrā.

108

|

Kelas X SMA/SMK

Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat, yang memberlakukan

pengetatan pada diet, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berpikir. Hal

ini harus dilakukan di bawah pengawasan yang cermat dari seorang Yogīn

yang ahli dan memancarkan sinar kepada Jīva.

Yoga merupakan satu usaha

sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai kesempurnaan.

Yoga

meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah laku dan pengembaraan

pikiran, dan membantu untuk mencapai keadaan supra Ṣaḍar atau nirvikalpa

samādhi.

Pelaksanaan

Yoga melepaskan keletihan badan dan pikiran dan

melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan

yoga

adalah untuk mengajarkan cara ātma pribadi dapat mencapai penyatuan

yang sempurna dengan Roh Tertinggi. Penyatuan atau perpaduan dari ātma

pribadi dengan

Puruṣa Tertinggi dipengaruhi oleh Vṛtti atau pemikiran-

pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang jernihnya seperti

kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan obyek-obyek

duniawi. Rāja

Yoga dikenal dengan nama Aṣṭāṅga-Yoga atau

Yoga dengan

delapan anggota, yaitu :

1) Yama, (larangan)

2) Niyama (ketaatan),

3) Āsana (sikap badan)

4) Prāṇāyāma (pengendalian nafas),

5) Pratyāhāra (penarikan indriya),

6) Dhāraṇa (konsentrasi),

7) Dhyāna (meditasi), dan

8) Samādhi (keadaan supra Ṣaḍar).

Kelima yang pertama membentuk anggota luar (Bahir-aṅga) dari

Yoga,

sedangkan ketiga yang terakhir membentuk anggota dalam (Antar-aṅga) dari

Yoga.

c. Lima Tingkatan Mental Menurut Aliran Filsafat Patañjali

Kṣipta, Muḍha, Vikṣipta, Ekagra dan Niruddha, merupakan lima

tingkatan mental, menurut aliran Rāja

Yoga dari

Patañjali. Tingkatan Kṣipta

adalah pada saat pikiran mengembara diantara berbagai obyek duniawi

dan pikiran dipenuhi dengan sifat

Rājas. Tingkatan Muḍha, pikiran berada

dalam keadaan tertidur dan tak berdaya disebabkan sifat

Tamas. Tingkatan

Vikṣipta adalah keadaan pada saat sifat Sattva melampaui, dan pikiran

goyang antara meditasi dan obyektivitas. Sinar pikiran secara perlahan

berkumpul dan bergabung. Bila sifat Sattva meningkat, akan memiliki

kegembiraan pikiran, pemusatan pikiran, penaklukan indriya-indriya dan

kelayakan untuk perwujudan ātman. Tingkatan ekagra adalah pada saat

pikiran terpusatkan dan terjadi meditasi yang mendalam sifat Sattva terbebas

109

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

dari sifat

Rājas dan

Tamas. Tingkatan niruddha adalah pada saat pikiran di

bawah pengendalian yang sempurna. Semua Vṛtti pikiran dilenyapkan.

Vṛtti merupakan kegoncangan atau gejolak pikiran dalam danaunya

pikiran. Setiap Vṛtti atau perubahan mental meninggalkan sesuatu

saṁskāra atau kesan-kesan atau kecenderungan yang terpendam. Saṁskāra

ini dapat mewujudkan dirinya sebagai keadaan Ṣaḍar bila ada kesempatan.

Vṛtti yang sama memperkuat kecenderungan yang sama. Bila semua Vṛtti

dihentikan, pikiran berada dalam keadaan setimbang (Samāpatti). Penyakit,

kelesuan, keragu-raguan, keletihan, kemalasan, keduniawian, kesalahan

pengamatan, kegagalan mencapai konsentrasi dan ketidakmampuan ketika

hal itu dicapai, merupakan halangan pokok untuk konsentrasi.

d. Lima Kleśa dan Pelepasannya

Menurut

Patañjali,

avidyā (kebodohan), asmitā (keakuan), rāga-

dveṣa (keinginan dan anti pati, atau suka dan tidak suka) dan abhiniweśa

(ketergantungan pada kehidupan duniawi) merupakan lima kleśa besar

atau mala petaka yang menyerang pikiran. Ada keringanan dengan cara

melaksanakan

Yoga terus menerus, tetapi tidak menghilangkan secara

total. Mereka akan muncul lagi pada saat mereka menemukan situasi

yang menyenangkan dan menguntungkan. Tetapi Asaṁprajñata samādhi

(pengalaman mutlak) menghancurkan sekaligus benih-benih dari kejahatan

ini. Avidyā merupakan penyebab utama dari segala kesulitan. Keakuan

merupakan hasil langsung dari

avidyā, yang memberi kita keinginan dan

kebencian, serta menyelubungi pandangan spiritual. Pelaksanaan

yoga

samādhi melenyapkan

avidyā.

Kriyā Yoga memurnikan pikiran, melunakkan lima kleśa dan membawa

pada keadaan samādhi. Tapas (kesederhanaan), svadhyāya (mempelajari

dan memahami kitab suci) dan Ìśvara-praṁidhāna (pemujaan Tuhan dan

penyerahan hasilnya pada Tuhan) membentuk Kriyā

Yoga. Pengusahaan

persahabatan (Maitrī) terhadap sesama, kasih sayang (karuṇa) terhadap

yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita) terhadap yang lebih tinggi,

dan ketidakacuhan (upekṣā) terhadap orang-orang kejam (atau dengan

memandang sesuatu menyenangkan dan menyakitkan, baik dan buruk)

menghasilkan ketenangan pikiran (citta prasāda). Seseorang dapat mencapai

samādhi melalui kepatuhan pada Tuhan yang memberikan kebebasan.

Dengan Ìśvara-praṁidhāna, siswa

yoga memperoleh karunia Tuhan.

Abhyāsa (pelaksanaan) dan Vairāgya (kesabaran, tanpa keterikatan

membantu dalam pemantapan dan pengendalian pikiran. Pikiran hendaknya

ditarik berkali-kali dan dibawa kepusat meditasi, apabila ia mengarah

keluar menuju obyek duniawi. Ini merupakan abhyāsa

yoga. Pelaksanaan

menjadi mantap dan terpusatkan, apabila secara terus menerus selama

beberapa waktu tanpa selang waktu dan dengan penuh ketaatan. Pikiran

110

|

Kelas X SMA/SMK

merupakan sebuah berkas Tṛṣṇa (kerinduan). Pelaksanaan Vairāgya akan

menghancurkan segala Tṛṣṇa. Vairāgya memutar pikiran menjauhi obyek-

obyek. Ia tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar (kegiatan

Bahirmukha dari pikiran), tetapi mengarahkannya ke kegiatan antar-mukha

(mengarah ke dalam).

Tujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak antara

Puruṣa dengan

Prakṛti. Kebebasan dalam

Yoga merupakan Kaivalya atau kemerdekaan

mutlak. Roh terbebas dari belenggu

Prakṛti.

Puruṣa berada dalam wujud

yang sebenarnya atau svarūpa. Bila roh mewujudkan bahwa hal itu adalah

kemerdekaan secara mutlak dan bahwa ia tak tergantung pada sesuatu apa

pun di dunia ini, Kaivalya atau Pemisahan tercapai. Roh telah melepaskan

avidyā melalui

pengetahuan pembedaan (vivekakhyāti). Lima kleśa atau

mala petaka terbakar oleh apinya

pengetahuan. Sang Diri tak terjamah

oleh kondisi dari citta.

Guṇa seluruhnya terhenti dan sang Diri berdiam

pada intisari Tuhan sendiri. Walaupun seorang menjadi seorang mukta (roh

bebas),

Prakṛti dan perubah-perubahannya tetap ada bagi orang lainnya.

Dalam perjanjian dengan sistem filsafat Sāṁkhya, dipegang oleh sistem

Yoga ini.

5. Mīmāmsā Darśana

a.

Pendiri dan Sumber Ajarannya

Pūrva Mīmāmsā atau

Karma

Mīmāmsā atau yang lebih dikenal dengan

Mīmāmsā, adalah penyelidikian ke dalam bagian yang lebih awal dari kitab

suci Veda; suatu pencarian kedalam ritual-ritual

Veda atau bagian

Veda

yang berurusan dengan masalah Mantra dan Brāhmana saja disebut Pūrva

Mīmāmsā karena ia lebih awal dari pada Uttara

Mīmāmsā (Vedānta), dalam

pengertian logika, dan tidak demikian banyak dalam pengertian kronologis.

Mīmāmsā sebenarnya bukanlah cabang dari suatu sistem filsafat, tetapi

lebih tepat kalau disebutkan sebagai suatu sistem penafsiran

Veda dimana

diskusi filosofisnya sama dengan semacam ulasan kritis pada Brāhmana

atau bagian ritual dari

Veda, yang menafsirkan kitab

Veda dalam pengertian

berdasarkan arti yang sebenarnya. Sebagai filsafat

Mīmāmsā mencoba

menegakkan keyakinan keagamaan

Veda. Kesetiaan atau kejujuran yang

mendasari keyakinan keagamaan

Veda terdiri dari bermacam-macam unsur,

yaitu :

1) Percaya dengan adanya roh yang menyelamatkan dari kematian dan

mengamati hasil dari ritual di sorga.

2) Percaya tentang adanya kekuatan atau potensi yang melestarikan dampak

dari ritual yang dilaksanakan.

3) Percaya bahwa dunia adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang kita

lakukan dalam hidup

ini bukanlah suatu bentuk illusi.

111

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

Tokoh pendiri dari sistem filsafat

Mīmāmsā adalah Mahāṛṣi Jaimini

yang merupakan murid dari Mahāṛṣi Vyāsa telah mensistematir aturan-

aturan dari

Mīmāmsā dan menetapkan keabsahannya dalam karyanya itu

dan aturan-aturannya sangat penting guna menafsirkan hukum-hukum

Hindu. Beliau menulis kitab

Mīmāmsā

Sūtra yang menjadi sumber ajaran

pokok

Mīmāmsā.

Sūtra pertama dari

Mīmāmsā

Sūtra berbunyi: Athato

Dharmajijñasa, yang menyatakan keseluruhan dari sistemnya yaitu, suatu

keinginan utnuk mengetahui

Dharma atau kewajiban, yang tekandung

dalam pelaksanaan upacara-upacara dan kurban-kurban yang diuraikan

oleh kitab

Veda.

Dharma yang diperintahkan Kitab

Veda, dikenal dengan Śruti yang

pelaksanaannya memberi kebahagiaan. Seorang

Hindu harus melaksanakan

nitya karma seperti saṅdhyā-vandana. Serta naimitika karma selama ada

kesempatan, untuk mendapatkan pembebasan, yang dapat dikatakan

sebagai kewajiban tanpa syarat.

b. Sifat Ajarannya

Ajaran

Mīmāmsā bersifat pluralistis dan realistis yang mengakui jiwa

yang jamak dan alam semesta yang nyata serta berbeda dengan jiwa.

Karena sangat mengagungkan

Veda, maka

Mīmāmsā menganggap

Veda

itu bersifat kekal dan tanpa penyusun, baik oleh manusia maupun oleh

Tuhan. Apa yang diajarkan oleh

Veda dipandang sebagai suatu kebenaran

yang mutlak. Menurut filsafat

Mīmāmsā, pelaksanaan upacara keagamaan

adalah semata-mata perintah dari

Veda dan merupakan suatu kewajiban

yang mendatangkan pahala.

Kekuatan yang mengatur antara pelaksanaan upacara tersebut dengan

pahalanya disebut apūrva. Pelaksanaan apūrva memberikan ganjaran kepada

si pelaksana kurban, karena apūrva merupakan mata rantai atau hubungan

yang diperlukan antara kerja dengan hasilnya. Apūrva adalah Adṛṣṭa, yang

merupakan kekuatan-kekuatan yang tak terlihat yang sifatnya positif.

Sumber: www.sohamsa.com

Gambar 4.6 Mahāṛṣi Jaimini

112

|

Kelas X SMA/SMK

c.

Pokok-pokok ajarannya

Mengenai Jīva,

Mīmāmsā menyatakan bahwa jiwa itu banyak dan tak

terhingga, bersifat kekal, ada dimana-mana dan meliputi segala sesuatu.

Karena adanya hubungan antara jiwa dengan benda, maka jiwa mengalami

avidyā dan kena Karmavesana. Jaimini tidak mempercayai adanya Mokṣa

dan hanya mempercayai keberadaan Svarga (surga), yang dapat dicapai

melalui karma atau kurban.

Para penulis yang belakangan hadir seperti Prabhakāra dan Kumārila,

tak dapat menyangkal tentang masalah pembebasan akhir, karena ia

menarik perhatian para pemikir filsafat lainnya. Prabhakāra menyatakan

bahwa penghentian mutlak dari badan yang disebabkan hilangnya

Dharma

dan A-Dharma secara total, yang kerjanya disebabkan oleh kelahiran

kembali, merupakan

kelepasan atau pembebasan mutlak, karena hanya

dengan

Karma saja tak akan dapat mencapai pembebasan akhir. Pandangan

Kumārila mendekati pandangan dari Advaita

Vedānta yang menetapkan

bahwa

Veda disusun oleh Tuhan dan merupakan Brahman dalam wujud

suara. Mokṣa adalah keadaan yang positif baginya, yang merupakan

realisasi dari

Ātman.

Menurut Jaimini, pelaksanaan kegiatan yang dilarang oleh kitab suci

Veda merupakan sādhanā atau cara pencapaian surga.

Karma Kāṇḍa

merupakan pokok dari

Veda yang penyebab belenggu adalah pelaksanaan

dari kegiatan yang dilarang (nisiddha karma). Sang Diri adalah jaḍa

cetana, gabungan dari kecerdasan tanpa perasaan. Jadi secara singkat dapat

dikatakan bahwa isi pokok ajaran Jaimini adalah “Laksanakanlah upacara

kurban dan nikmati hasilnya di Surga”.

Dalam sistem

Mīmāmsā mengenal dua jenis

pengetahuan yaitu, immediate

dan mediate. Immediate adalah

pengetahuan yang terjadi secara tiba-tiba,

langsung dan tak terpisahkan. Sedangkan mediate ialah

pengetahuan yang

diperoleh melalui perantara. Obyek dari

pengetahuan immediate haruslah

sesuatu yang ada atau zaat. Pengetahuan yang datangnya tiba-tiba dan tidak

dapat ditentukan terlebih dahulu disebut nirvikalpa pratyakṣa atau alocāna-

jñana. Dari

pengetahuan immediate obyeknya dapat dilihat tetapi tidak

dapat dimengerti. Obyek dari

pengetahuan mediate juga sesuatu yang ada

dan dapat diinterprestasikan dengan baik berdasarkan

pengetahuan yang

dimiliki. Dalam

pengetahuan mediate obyeknya dapat dimengerti dengan

benar, pengetahuan semacam ini dinamakan savikalpa Pratyakṣa.

Mīmāmsā

Sūtra, yang terdiri dari 12 buku atau bab Mahāṛṣi Jaimini

merupakan dasar filsafat

Mīmāmsā, sedangkan ulasan-ulasan lain selain

Prabhakāra dan Kumārila, juga dari penulis lain seperti dari Bhava-

nātha Miśra, Śabarasvāmīn, Nilakaṇṭha, Raghavānanda dan lain-lainnya.

113

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

Prabhakāra menyatkan bahwa sumber

pengetahuan kebenaran (pramāṇa)

menurut

Mīmāmsā adalah sebagai berikut:

1) Pratyakṣa

: pengamatan langsung

2) Anumāna

: dengan penyimpilan

3) Upamāṇa

: mengadakan perbandingan

4) Śabda

: kesaksian kitab suci atau orang bijak

5) Arthāpatti

: penyimpulan dari keadaan dan oleh Kumārila

ditambahkan dengan

6) An-upalabdhi

: pengamatan ketidak adaan.

Enam cara pengamatan di atas hampir sama dengan cara pengamatan

dari Nyāya, hanya pada pengamatan upamāṇa ada sedikit tambahan, di mana

perbandingan yang dipergunakan tidak sepenuhnya sama dengan contoh

yang telah diketahui. Pengamatan Arthāpatti adalah pengamatan dengan

penyimpulan dari keadaan. Pengamatan An-upalabdhi, yaitu pengamatan

ketidakadaannya obyek, jadi suatu cara pembuktian bahwa obyek yang

dimaksudkan itu benar-benar tidak ada.

6. Vedānta Darśana

a. Pendiri dan Sumber Ajarannya

Filsafat ini sangatlah kuno yang

berasal dari kumpulan literatur bangsa

Arya yang dikenal dengan nama

Veda. Vedānta ini merupakan bunga

diantara semua spekulasi, pengalaman

dan analisa yang terbentuk dalam

demikian banyak literatur yang

dikumpulkan dan dipilih selama

berabad-abad.

Filsafat

Vedānta ini

memiliki kekhususan. Yang pertama,

ia sama sekali impersonal, ia bukan dari

seseorang atau nabi.

Istilah

Vedānta berasal dari kata

Veda-anta, artinya bagian terakhir

dari Veda atau inti sari atau akhir

dari Veda, yaitu ajaran-ajaran yang

terkandung dalam Kitab

Upaniṣad.

Kitab

Upaniṣad juga disebut dengan

Vedānta, karena kitab-kitab ini

merupakan Yñana Kāṇda yang mewujudkan bagian akhir dari

Veda setelah

Mantra, Brāhmaṇa dan Āraṇyaka yang bersifat mengumpulkan. Ada tiga

faktor yang menyebabkan

Upaniṣad disebut dengan

Vedānta yaitu:

Sumber: www.hindupedia.com

Gambar 4.7 Śṛi Vyāsa

114

|

Kelas X SMA/SMK

a) Upaniṣad adalah hasil karya terakhir dari jaman

Veda.

b) Pada jaman

Veda program pelajaran yang disampaikan oleh para Resi

kepada sisyanya,

Upaniṣad juga merupakan pelajaran yang terakhir. Para

Brāhmacari pada mulanya diberikan pelajaran shamhita yakni koleksi

syair-syair dari zaman

Veda. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran

Brāhmaṇa yakni tata cara untuk melaksanakan upacara keagamaan, dan

terakhir barulah sampai pada filsafat dari

Upaniṣad.

c) Upaniṣad adalah merupakan kumpulan syair-syair yang terakhir dari

pada zaman

Veda.

Jadi pengertian

Vedānta erat sekali hubungannya dengan

Upaniṣad

hanya saja kitab-kitab

Upaniṣad tidak memuat uraian-uraian yang

sistimatis. Usaha pertama untuk menyusun ajaran

Upaniṣad secara

sistimatis diusahakan oleh Śṛi VyāṢaḍeva, kira-kira 400 SM. Hasil karyanya

disebut dengan

Vedānta-

Sūtra atau Brahma-

Sūtra yang menjelaskan

ajaran-ajaran Brahman. Brahma-Sūtra juga dikenal dengan Śarīraka

Sūtra,

karena ia mengandung pengejawantahan dari Nirguṇa Brahman Tertinggi

dan juga merupakan salah satu dari tiga buah buku yang berwewenang

tentang Hinduisme, yaitu Prasthāna Traya, sedang dua buku lainnya adalah

Upaniṣad dan Bhagavad Gītā. Śṛi Vyāsa telah mensistematisir prinsip-

prinsip dari

Vedānta dan menghilangkan kontradiksi-kontradiksi yang

nyata dalam ajaran-ajaran tersebut.

b.

Sifat Ajarannya

Sistem filsafat

Vedānta juga disebut Uttara

Mīmāmsā kata”

Vedānta”

berarti”akhir dari

Veda. Sumber ajarannya adalah kitab

Upaniṣad. Oleh

karena kitab

Vedānta bersumber pada kitab-kitab

Upaniṣad, Brahma

Sūtra

dan Bhagavad Gītā, maka sifat ajarannya adalah absolutisme dan teisme.

Absolutisme maksudnya adalah aliran yang meyakini bahwa Tuhan yang

Maha Esa adalah mutlak dan tidak berpribadi (impersonal God),sedangkan

teisme mengajarkan Truhan yang berpribadi (personal God). Uttara-

Mīmāmsā atau filsafat

Vedānta dari Bādarāyaṇa atau Vyāsa ditempatkan

sebagai terakhir dari enam filsafat orthodox, tetapi sesungguhnya ia

menempati urutan pertama dalam kepustakaan

Hindu.

c. Pokok- Pokok Ajaran

Vedānta

Vedānta mengajarkan bahwa nirvāna dapat dicapai dalam kehidupan

sekarang ini, tak perlu menunggu setelah mati untuk mencapainya. Nirvāna

adalah keṢaḍaran terhadap diri sejati. Dan sekali mengetahui hal itu, walau

sekejap, maka seseorang tak akan pernah lagi dapat di perdaya oleh kabut

individualitas. Terdapat dua tahap pembedaan dalam kehidupan, yaitu:

yang pertama, bahwa orang yang mengetahui diri sejatinya tak akan di

pengaruhi oleh hal apa pun. Yang kedua bahwa hanya dia sendirilah yang

dapat melakukan kebaikan pada dunia.

115

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

Seperti yang telah disebutkan tadi bahwa filsafat

Vedānta bersumber

dari Upaniṣad. Brahma

Sūtra atau

Vedānta

Sūtra dan Bhagavad Gītā.

Brahma

Sūtra mengandung 556 buah

Sūtra, yang dikelompokkan atas

empat bab, yaitu Samanvaya, Avirodha, Sādhāna dan Phala. Pada bab

pertama, pernyataan tentang sifat Brahman dan hubungannya dengan alam

semesta serta roh pribadi. Pada bab II, teori-teori

Sāṁkya,

Yoga, Vaiśeṣika

dan sebagainya yang merupakan saingannya dikritik, dan jawaban yang

sesuai diberikan terhadap lontaran pandangan ini. Pada bab III, dibicarakan

tentang pencapaian Brahmavidyā. Pada bab IV, terdapat uraian tentang buah

(hasil) dari pencapaian Brahmavidyā dan juga uraian tentang bagaimana

roh pribadi mencapai Brahman melalui Devayana. Setiap bab memiliki

empat bagian (Pāda).

Sūtra- sūtra pada masing-masing bagian membentuk

Adikaraṇa atau topik-topik pembicaraan. Lima

Sūtra pertama sangat

penting untuk diketahui karena berisi intisari ajaran Brahma

Sūtra, yaitu :

1) Sūtra pertama berbunyi : Athāto Brahmajijñāsā oleh karena itu,

penyelidikan ke dalam Brahman. Aphorisma pertama menyatakan

obyek dari keseluruhan system dalam satu kata, yaitu : Brahma-jijñāsā

yaitu keinginan untuk mengetahui Brahman.

2) Sūtra kedua adalah : Janmādyasya yataḥ - Brahman adalah KeṢaḍaran

Tertinggi, yang merupakan asal mula, penghidup serta leburnya alam

semesta ini.

3) Sūtra ketiga : Sāstra Yonitvāt – Kitab Suci itu sajalah yang merupakan

cara untuk mencari

pengetahuan yang benar.

4) Sūtra keempat : Tat Tu Samvayāt – Brahman itu diketahui hanya dari

kitab suci dan tidak secara bebas ditetapkan dengan cara lainnya, karena

Ia merupakan sumber utama dari segala naskah

Vedānta.

5) Sūtra kelima: Īkṣater Nā Aśabdam – Disebabkan ‘berfikir’,

Prakṛti atau

Pradhāna bukan didasarkan pada kitab suci.

Sūtra terakhir dari bab IV adalah Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt –

Tak ada kembali bagi roh bebas, disebabkan kitab suci menyatakan tentang

akibat itu. Masing-masing buku tersebut memberikan ulasan isi filsafat itu

berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh sudut pandangannya yang berbeda.

Walaupun obyeknya sama, tentu hasilnya akan berbeda. Sama halnya

dengan orang buta yang merabah gajah dari sudut yangg berbeda, tentu

hasilnya akan berbeda pula.

Demikian pula halnya dengan filsafat tentang dunia ini, ada yang

memberikan ulasan bahwa dunia ini maya (bayangan saja), dilain pihak

menyebutkan dunia ini betul-betul ada, bukan palsu sebab diciptakan

oleh Tuhan dari diri-Nya sendiri. Karena perbedaan pendapat ini dengan

sendirinya menimbulkan suatu teka-teki, apakah dunia ini benar-benar ada

ataukah dunia ini betul-betul maya.

116

|

Kelas X SMA/SMK

Hal ini menyebabkan timbulnya penafsiran yangg bermacam-macam

pula. Akibat dari penapsiran tersebut menghasilkan aliran-aliran filsafat

Vedānta.

Sūtra-sūtra atau Aphorisma dari Vyāsa merupakan dasar dari

filsafat

Vedānta dan telah dijelaskan oleh berbagai pengulas yang berbeda-

beda sehingga dari ulasan-ulasan itu muncul beberapa aliran filsafat, yaitu :

1) Kevala Advaita dari Śrī Ṣaṇkarācārya

2) Viśiṣṭādvaita dari Śrī Rāmānujācārya

3) Dvaita dari Śrī Madhvācārya

4) Bhedābedhā dari Śrī Caitanya

5) Śuddha Advaita dari Śrī Vallabhācarya, dan

6) Siddhānta dari Śrī Meykāṇdar.

Uji Kompetensi

1. Mengapa aliran filsafat Carvaka dikatakan bersifat matrealistis? Jelaskan!

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

2. Enam sistem filsafat

Hindu dikenal dengan Ṣaḍ

Darśana, sebutkan dan jelaskanlah

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

3. Siapa pendiri filsafat

Nyāyā dan apa yang menjadi sumber dalam ajaran!

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

117

Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti

|

4. Sebut dan jelaskanlah bagian-bagian dari Catur Pramana!

-------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

5. Jelaskan konsep Purusha dan Prakrti pada filsafat

Sāṁkya!

-------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

118

|

Kelas X SMA/SMK

Refleksi Diri

1. Setiap orang memiliki rasa iman dan takwa yang berbeda-beda kehadapan

Tuhannya. Coba uraikan secara singkat, sejauh mana iman dan takwa yang kamu

rasakan sehingga kamu meyakini keberadaan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa!

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------

Paraf Guru

Paraf Orang Tua

Nilai

(........................................)

(........................................)